Kita semua tahu, sudah sejak lama kehidupan di dunia ini dihuni tak hanya oleh makhluk-makhluk hidup yang besar seperti manusia, binatang dan tumbuhan saja. Sejak tersibaknya dunia renik oleh Antonie Van Leeuwenhoek beratus-ratus tahun lalu, khasanah ilmu pengetahuan kita bertambah terutama oleh ilmu tentang jutaan monster kecil bernama bakteri.
Banyak sekali jenis bakteri di dunia ini. Dia ada dimana-mana, itu sebabnya bakteri disebut sebagai makhluk kosmopolitan. Bisa ada di tanah, di air, udara, bahkan di tempat yang paling ekstrim sekalipun. Dan ternyata dalam beberapa penelitian akhir-akhir ini, bakteri tak hanya menjadi kuman penyebab penyakit saja, bakteri juga dapat menguntungkan manusia. Bakteri banyak sekali berkontribusi terhadap industri makanan, minuman, obat,pertambangan, kosmetik, dan lain sebagainya.
Microbial Fuel Cell
Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Amerika di Penn State akhir tahun 2005 lalu mungkin menambah satu bidang lagi kontribusi bakteri terhadap kehidupan manusia. Adalah MFC, Microbial Fuel Cell, suatu sistem yang ditemukan dengan menggunakan bantuan tenaga listrik untuk menghasilkan hidrogen dan air bersih dari air limbah rumah tangga, pertanian maupun industri.
MFC bersifat anaerob artinya tidak memerlukan oksigen seperti umumnya sistem-sistem yang menggunakan mikroba lain. Para peneliti mengembangkan proses yang dapat membuat bakteri menghasilkan hidrogen 4 kali lipat lebih banyak. Dr. Bruce Logan, profesor peliti dan penemunya Ramanathan Ramnarayan, mengatakan bahwa proses MFC tidak dibatasi biomassa karbohidrat yang ada pada substrat sebagai penghasil hidrogen seperti pada proses fermentasi biasa. Secara teoritis MFC dapat menghasilkan hidrogen sangat banyak dari limbah-limbah organik dan secara simultan, MFC juga membersihkan airnya. Selain itu MFC juga dapat menghasilkan listrik kecil sekitar 10 hingga 50 miliwatt selama proses.
Pada proses fermentasi biasa, hidrogen yang dihasilkan terbatas karena adanya fermentation barrier. Disini bakteri seperti kehilangan tenaga yang akhirnya hanya mengkonversi karbohidrat menjadi sejumlah hidrogen serta campuran produk fermentasi lainnya seperti asam asetat, dan asam butirat, yang disebut sebagai dead end. Ini yang membedakan dengan MFC, bakteri pada proses fermentasi diberi tenaga tambahan berupa aliran listrik kecil sekitar 0,25 volt, yang berfungsi sebagai penghilang barrier dan mengkonversi produk dead end menjadi karbondioksida dan hidrogen.
Walaupun MFC telah ada sebelumnya, namun Logan mengatakan bahwa MFC yang baru ini sedikit berbeda dengan pendahulunya. Di MFC baru, ketika bakteri ‘memakan’ substrat, mereka mentransfer elektron pada anoda. Bakteri juga melepaskan proton yang kemudian larut. Elektron pada anoda bermigrasi melalui kabel menuju katoda, dimana dengan bantuan secara elektrokimia akan terjadi kombinasi dengan proton membentuk gas hidrogen. Tenaga yang diberikan pada kisaran 0,25 volt atau lebih dipasang pada sirkuit dengan menghubungkan kutub positif, (pada power supply yang terkontrol) pada anoda dan kutub negatif pada katoda.
Pada saat pertama didemonstrasikan, gas hidrogen benar-benar dapat ditangkap dan dapat dijadikan sebagai bahan bakar yang dapat diperbaharui serta ramah linkungan.
Mikrobial Fuel Cell ini dapat trealisasikan dengan terjadinya konversi energi biokimia menjadi energi listrik. Prinsip utama yang terjadi adalah oksidasi substrat oleh mikroorganisme atau enzimnya yang melibatkan elektron untuk produksi listrik. Sejak konversi tak bisa terputus oleh siklus Carnot, secara teoritis efisiensinya bisa mencapai 90%.
Ada 2 macam MFC. Yang pertama melibatkan penggunaan metabolit elektroaktif seperti hidrogen yang dikonversi mikroba melalui metabolisme atau reaksi enzim dari substrat. Dan yang kedua melibatkan penggunaan mediator sebagai pentransfer elektron dari sistem metabolisme tertentu atau enzim pada elektroda.
mikroorganisme dalam MFC
Organisme yang digunakan dalam MFC terdahulu adalah ragi roti. Namun dalam penelitian selanjutnya ditemukan bakteri yang berasal dari dasar teluk Finlandia. Alasan yang menyebabkan penggunaan bakteri adalah karena bakteri itu lebih bersifat tahan terhadap lingkungan yang ekstrim seperti misalnya pH atau derajat keasaman yang tinggi atau basa. pH yang tinggi membuat potensial anoda lebih rendah, sehingga perbedaan potensial yang tinggi akan terjadi diantara ujung-ujung elektroda. Bakteri yang dipakai dalam MFC ini berada dalam keadaan konsorsium, artinya tidak dalam koloni murni yang sejenis, tetapi banyak jenisnya dan beberapa diantaranya sudah teridentifikasi sebagai Geobacter metallireducens dan Rhodoferrax ferrireducens.
MFC yang dibuat di Penn State mempunyai panjang 6 inci, dan diameter 2,5 inci, memuat 6 anoda yang terbuat dari grafit yang luas permukaannya menjadi sekitar 36 inci persegi dan dimaksudkan sebagai tempat untuk menempelnya koloni bakteri yang akan memproses substrat dan melepaskan elektron. Sedangkan katodanya dibuat dari karbon atau katalis platina atau membran pengubah proton yang digabungkan pada tabung plastik. Para penelitinya optimis, MFC bisa mengurangi biaya pengolahan air bersih di Amerika Serikat hingga 25 milyar dolar per tahun.
Karena MFC menghasilkan hidrogen, yang notabene adalah merupakan bahan bakar ramah lingkungan, timbul satu pertanyaan, bisakah MFC yang melibatkan air limbah dan bakteri menghidupkan mobil ? sang peneliti mengatakan, itu bisa saja terjadi jika mobilnya memang menggunakan hidrogen sebagai bahan bakarnya dan tentu saja mesin yang dibuat pun harus sudah dikondisikan sebagai mesin yang menggunakan MFC.
oleh Rudi Haryanto
dimuat di Harian Pikiran Rakyat Juli 2006
thanks
ReplyDelete