Saturday, April 7, 2012

Christiaan Eijkman Pelopor Penemuan Vitamin (B1)



“Hati-hati, nasi putih mengandung racun”. Kesimpulan inilah yang pernah dicetuskan oleh Christiaan Eijkman pada tahun 1896 setelah selama 10 tahun melakukan penelitian tentang penyakit beri-beri. Christiaan merupakan ilmuwan Belanda yang memelopori penemuan vitamin B1 yang pada saat itu belum diketahui namanya. Istimewanya, penemuan yang berbuah Nobel tersebut berawal dari penelitian yang dilakukannya di Indonesia, yang pada saat itu masih bernama Hindia Belanda. Pada masa sekarang, vitamin merupakan bahan yang tidak asing lagi bagi kita, dan selalu ditambahkan pada makanan-makanan kesehatan atau produk pengobatan yang dijual terpisah untuk memelihara kesehatan manusia.
Christiaan Eijkman lahir pada tanggal 11 Agustus 1858 di Nijkerk, sebuah kota di Belanda. Ia merupakan anak ketujuh dari seorang ayah yang berprofesi sebagai kepala sekolah lokal. Eijkman kecil bercita-cita menjadi seorang dokter. Namun ketika ia beranjak dewasa, keluarganya tidak mempunyai cukup dana untuk mengirimnya ke sekolah kedokteran. Beruntung pada saat itu sedang dibuka pendidikan dokter gratis dari tentara kolonial Belanda. Mereka membutuhkan banyak dokter untuk ditempatkan di daerah koloni.
Eijkman mendapatkan latihan medisnya dan dikirim ke Hindia Belanda sebagai ahli bedah militer. Pada saat itu ia di tempatkan di daerah Semarang, Cilacap, dan Padang Sidempuan. Malang baginya, karena ketika berada di Cilacap ia terkena penyakit malaria. Setelah selama dua tahun penyakitnya tak kunjung sembuh, ia pun dipulangkan kembali ke Belanda.
Sekembalinya ke Eropa, ia pergi ke Berlin (Jerman) untuk mempelajari sebuah penelitian medis mutakhir. Tahun 1882 di tempat tersebut, Robert Koch telah berhasil menemukan bakteri penyebab penyakit Tuberkolosis. Pada saat itu penemuan ini merupakan sesuatu yang spektakuler, karena sebelumnya para dokter dibuat bingung oleh penyakit-penyakit seperti Tuberkolosis dan malaria. Dengan penemuan Koch tersebut diharapkan lebih mudah untuk mengobati penyakit karena penyebabnya telah diketahui. Selama satu tahun Eijkman bergabung dengan Koch dalam penelitian tentang penularan penyakit Tuberkolosis melalui metode penumbuhan bakteri dan penginfeksian pada binatang.

Penyakit Beri-beri
Pada tahun 1880-an penyakit beri-beri mencapai tingkat endemik di daerah koloni Belanda. Di Asia, beri-beri telah dikenal sejak ribuan tahun sebelumnya. Secara tiba-tiba, setelah ditemukannya metode pengolahan nasi putih yang diproyeksikan menjadi makanan pokok, penyakit tersebut berkembang menjadi salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat di wilayah tersebut. Tahun 1886, Pemerintah Belanda memutuskan untuk membuat sebuah lembaga penelitian di Batavia (sekarang Jakarta). Eijkman yang telah mendapat ilmu tentang penanganan penyakit dari Robert Koch, bersikeras untuk bergabung di lembaga tersebut, meskipun ia belum sembuh benar dari penyakitnya. Ia sangat bersemangat untuk menemukan penyebab penyakit beri-beri sekaligus mencari cara untuk menyembuhkannya. Selain itu, ia telah mendapat banyak gambaran tentang penyakit beri-beri. Pada kunjungannya yang pertama ke wilayah Hindia belanda, Eijkman telah banyak memperhatikan korban beri-beri. Gejalanya dimulai dengan rasa lemas, letih, kehilangan nafsu makan dan rasa tidak enak pada perut. Pada tahap selanjutnya, penderita mengalami perasaan seperti terbakar, gatal-gatal pada kaki dan tangan, serta mati rasa. Banyak penderita yang kemudian meninggal karena gagal jantung. Hasil autopsi menunjukkan bahwa serabut syaraf dan otot jantungnya mengalami degenerasi.
Bersama A.C. Pekelhering dan C. Winkler, Eijkman berangkat ke Batavia dan mulai melakukan penelitian sebagai pejabat medis. Pada tahun pertama penelitiannya, Pekelhering dan Winkler berhasil mengisolasi mikroorganisme dari korban-korban penyakit beri-beri. Namun sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, keduanya dipanggil pulang ke Belanda. Eijkman akhirnya ditunjuk sebagai direktur laboratorium penelitian mereka di Rumah Sakit Batavia. Pada saat yang sama, Eijkman juga diangkat sebagai kepala di Dokter Djawa School, sebuah sekolah kedokteran untuk orang jawa.

Percobaan Eijkman

Meskipun Eijkman banyak berkutat di bidang penelitian lain, percobaannya untuk menyingkap penyebab penyakit beri-beri merupakan objek yang mengangkatnya ke jenjang kesuksesan. Pada awalnya ia mencoba menginfeksikan mikroorganisme hasil temuan rekannya terhadap kelinci dan monyet. Kedua jenis hewan tersebut ternyata tidak menderita sakit sama sekali. Eijkman beranggapan bahwa beri-beri merupakan jenis penyakit yang membutuhkan waktu yang lama untuk menginfeksi korbannya. Untuk menunggu sampai monyet atau kelinci tersebut terinfeksi dibutuhkan waktu yang lama. Dalam rentang waktu tersebut sangat besar kemungkinan kedua hewan percobaannya terserang penyakit lain yang bisa mengacaukan penelitiannya. Ia membutuhkan hewan lain yang lebih mudah terserang beri-beri dalam waktu yang singkat.
Eijkman kemudian memilih ayam sebagai bahan percobannya. Selain lebih kecil, pemeliharaan ayam ia pandang lebih mudah dan murah. Dalam waktu sebulan setelah proses penginfeksian, semua ayamnya menunjukan gejala terserang beri-beri. Padahal ia hanya menyuntikan mikroorganisme pembawa penyakit pada beberapa ekor ayam saja. Ia menduga ayam-ayam yang lain tertular oleh ayam pembawa kuman penyakit tersebut. Eijkman kemudian membawa ayam-ayam baru dan ditempatkan dalam kandang yang terpisah. Namun ternyata ayam-ayam inipun ikut terserang penyakit. Khawatir penyakitnya menular kepada manusia, ia kemudian memindahkan ayam-ayamnya tersebut ke tempat lain. Namun baru saja hal ini dilakukan, semua ayam-ayamnya berangsur pulih. Eijkman tidak mengerti apa yang terjadi karena ia merasa tidak melakukan terapi apapun untuk proses penyembuhan itu.
Eijkman menemukan titik terang melalui pegawai yang biasa memberi makan ayam-ayamnya. Pegawai tersebut menceritakan kepadanya bahwa sebelumnya ia memberi nasi putih sisa dari rumah sebelah sebagai pakan ayam. Pada saat itulah semua ayamnya jatuh sakit. Namun tukang masak baru di rumah tersebut tidak bersedia memberikan nasi putih sisa, sehingga ia kembali memberi makan ayam-ayamnya dengan butir-butir beras yang belum dibersihkan. Pada saat itulah semua ayamnya berangsur sembuh.
Eijkman menyadari bahwa penyakit beri-beri ini ada hubungannya dengan jenis pakan yang diberikan. Ia merancang percobaan-percobaan lanjutan untuk mengetahui secara pasti bahan apa yang menyebabkan ayam lebih mudah terserang beri-beri. Pada akhirnya ia berkesimpulan bahwa pada nasi putih terdapat zat yang bisa bersifat racun atau menyebabkan mikroorganisme penyebab penyakit berkembang biak, dan pada kulit beras terdapat zat penangkalnya. Ia menyebut zat tersebut sebagai faktor anti beri-beri. Penelitiannya tersebut ia tulis dalam bentuk laporan. Ia juga menuliskannya dalam Jurnal Sains Belanda dengan tujuan untuk memberikan gambaran bagi ahli-ahli lain yang ingin menggeluti atau mendalami bidang yang sama.
Pada tahun 1895, sembilan tahun setelah penelitian ‘ayam’ nya, Eijkman ingin mencoba hasil penelitiannya tersebut terhadap manusia. Ia meminta Dr. A.G. Vorderman untuk melakukan penelitian di sebuah penjara. Alasannya memilih penjara sebagai tempat percobaan karena lebih mudah mengontrol pemberian jenis makanan dan objek penelitian dapat berada pada satu tempat untuk waktu yang lama. Tidak lama kemudian terbukti bahwa tahanan yang diberi makanan nasi putih masak lebih mudah terserang beri-beri.

Vitamin B1

Berdasarkan hasil penelitiannya, pada tahun 1906 seorang ahli biokomia Inggris, Frederick Hopkins menyatakan bahwa dalam makanan terdapat bahan lain selain protein, karbohidrat, lemak, garam, dan air. Tahun 1912, seorang ahli kimia Casimir Funk menyatakan telah menemukan zat yang disebut factor anti beri-beri oleh Eijkman. Ia menamakannya ‘vitamine’ (gabungan dari vital dan amine) yang kemudian umum disebut vitamin. Namun Funk belum berhasil mensintesis zat yang tepat sampai tahun 1926. Struktur Thiamin atau vitamin B1 baru dapat disintesis sepenuhnya pada tahun 1936. Dan sejak tahun 1940, jenis-jenis makanan seperti nasi, tepung, pasta dan sereal telah diperkaya dengan vitamin B1. Sejak itu, penyakit beri-beri tidak lagi menjadi masalah besar dan praktek makanan bervariasi yang diperkaya dengan vitamin telah meyelamatkan jutaan nyawa.
Berkat penemuannya tersebut, Eijkman diangkat menjadi anggota Royal Academy of Sciences (Belanda). Pemerintah Belanda juga memberinya beberapa gelar kebangsawanan. Namun penghargaan yang paling tinggi adalah penganugerahan hadiah Nobel untuk Bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1920. Christiaan Eijkman meninggal di Utrech pada tanggal 5 November 1950.

oleh Rudi Haryanto
dimuat di Harian Pikiran Rakyat tanggal 23 Januari 2005

No comments:

Post a Comment