Sunday, April 8, 2012

Klebsiella rhinoscleromatis, Bakteri ‘Penggangu’ Hidung

Klebsiella rhinoscleromatis, Bakteri ‘Penggangu’ Hidung

Klebsiella rhinoscleromatis merupakan bakteri anaerob fakultatif, bergram negatif, berbentuk batang berkapsul, nonmotil, dan tidak memfermentasi laktosa. Bakteri ini merupakan kuman penyebab penyakit rhinoscleroma, suatu penyakit infeksi saluran pernafasan atas (hidung) yang kronis dan endemik di berbagai negara termasuk Indonesia.
Bakteri ini diberi nama Klebsiella berdasarkan penemunya, yaitu Edwin Klebs, seorang ahli mikrobiologi Jerman di abad 19. Bakteri genus Klebsiella termasuk ke dalam suku Klebsiellae, anggota famili Enterobacteriaceae.
Setiap anggota dari genus bakteri Klebsiella mempunyai 2 tipe antigen pada permukaan selnya. Antigen pertama yaitu lipopolisakarida (antigen ) dan yang kedua yaitu polisakarida (antigen K). Kedua jenis antigen ini berkontribusi besar terhadap kemampuannya dalam menyebarkan penyakit. Klebsiella sendiri mempunyai sekitar 77 antigen K dan 9 antigen O. Keanekaragaman struktur antigen inilah yang menjadi dasar perbedaan klasifikasi di antara anggota-anggota genus Klebsiella. Adapun kemampuannya dalam menyebarkan penyakit cenderung sama.
Bakteri genus Klebsiella dibagi menjadi 7 golongan spesies berdasarkan reaksi biokimianya, yakni Klebsiella pneumoniae, Klebsiella ozaenae, Klebsiella rhinoscleromatis, Klebsiella oxytoca, Klebsiella planticola, Klebsiella terrigena, dan Klebsiella ornithinolytica. Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca, dan Klebsiella rhinoscleromatis adalah 3 contoh spesies yang paling banyak ditemukan kasus penyakitnya.
epidemiologi dan jenis-jenis Klebsiella
Bakteri Klebsiella banyak terdapat dimana-mana. Koloninya bisa ditemukan di kulit, kerongkongan, atau pun saluran pencernaan. Bahkan bakteri ini juga bisa ada pada luka steril dan air kencing (urin). Sebenarnya, bakteri golongan ini mungkin saja ada sebagai flora alami ‘penghuni’ usus besar dan kecil. Adapun pergerakan bakteri ini ke organ lain dikaitkan dengan lemahnya daya tahan penderita.
             K. pneumoniae jenis bakteri golongan Klebsiellae yang banyak menginfeksi manusia. Dia adalah kuman ‘oportunis’ yang ditemukan pada lapisan mukosa mamalia, terutama paru-paru. Penyebarannya sangat cepat sekali, terutama diantara orang-orang yang sedang terinfeksi bakteri-bakteri ini. Gejalanya berupa pendarahan dan penebalan lapisan mukosa organ. Bakteri ini juga merupakan salah satu bakteri yang menyebabkan penyakit bronkhitis (biasa disebut demikian).
            K. rhinoscleromatis dan K. ozena adalah 2 bakteri Klebsiella penyebab penyakit langka. Rhinoschleroma sendiri adalah penyakit peradangan seius yang terjadi pada rongga hidung. Sedangkan ozaena adalah sejenis penyakit rhinitis atrofi yang dicirikan dengan pembekuan mukosa rongga hidung yang disertai nanah.
K. oxytoca dapat berimplikasi pada bayi di dalam kandungan jika ibu yang sedang hamil terinfeksi bakteri ini. Akibatnya biasanya berupa kelahiran prematur. Untuk itu, perlu ada penanganan serius bagi penderita yang sedang hamil. K oxytoca menduduki urutan ke-4 sebagai bakteri patogen penyebab infeksi pada bayi yang baru lahir, dan urutan kedua sebagai bakteri gram negatif yang juga mengininfeksieksi bayi yang baru lahir.
Daerah penyebaran
Jika bakteri K. pneumoniae dan K. oxytoca beserta penyakitnya tersebar luas di seluruh penjuru dunia, lain halnya dengan K. rhinoscleromatis. Bakteri penyebab penyakit rhinoschleroma ini tidak ada di Amerika Serikat. Dia hanya ada di Eropa timur, Asia selatan, Afrika tengah, dan Amerika latin. Hal ini terjadi karena bakteri K. pneumoniae dan K. oxytoca banyak terdapat di negara-negara miskin yang mempunyai lingkungan jelek.
Gejala-gejala penyakit
Pada umumnya, gejala-gejala penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri golongan Klebsiellae adalah sama. Akan tetapi, setiap penyakit berdasarkan jenis spesies Klebsiella-nya masing-masing punya ciri khas.
K. pneumoniae yang menyebabkan penyakit paru-paru memberikan penampakan berupa pembengkakan paru-paru sehingga lobus kiri dan kanan paru-paru menjadi tidak sama; demam (panas-dingin); batuk-batuk (bronkhitis); penebalan dinding mukosa; dan dahak berdarah. Sedangkan K rhinoscleromatis and K ozaenae yang menyebabkan rinoschleroma dan ozaena memberikan gejala pembentukan granul (bintik-bintik), gangguan hidung, benjolan-benjolan di rongga pernafasan (terutama hidung), sakit kepala, serta ingus hijau dan berbau.
Patologi rhinoskleroma
            Rinoskleroma terbagi menjadi tiga stadium, yaitu stadium I, II, dan III. Pada stadium I gejala-gelaja yang dirasakan penderita tidak khas, seperti rinitis biasa. Dimulai dengan keluarnya cairan hidung encer, sakit kepala, sumbatan hidung yang berkepanjangan, kemudian diikuti dengan pengeluaran cairan mukopurulen berbau busuk yang dapat mengakibatkan gangguan penciuman. Stadium II ditandai dengan hilangnya gejala rinitis. Pada stadium ini terjadi pertumbuhan yang disebut nodular submucous infiltration di mukosa hidung yang tampak sebagai tuberkel di permukaan hidung. Lama-lama tuberkel ini bergabung menjadi satu massa noduler yang sangat besar, mudah berdarah, kemerahan, tertutup mukosa dengan konsistensi padat seperti tulang rawan. Kemudian terjadi invasi, bisa ke arah posterior (nasofaring) maupun ke depan (nares anterior). Sedangkan pada stadium III, massa secara perlahan-lahan membentuk avaskuler dan terjadi fibronisasi yang diikuti oleh adhesi struktur jaringan lunak, kontraksi jaringan yang akhirnya membentuk jaringan parut dan penyempitan jalan nafas. Pada stadium ini sel-sel Mikulicz sulit ditemukan. Proses yang sama dapat terjadi pada mulut, faring, laring, trakea dan bronkus.

oleh Rudi Haryanto

1 comment: