Sunday, April 8, 2012

Tomcat, Serangga yang Sedang Meroket


Beberapa hari ke belakang, di berbagai media massa ada sebuah berita yang cukup menghebohkan. Berita tersebut adalah mengenai mewabahnya sejenis serangga yang membuat masyarakat di kawasan elit Surabaya menderita gangguan penyakit kulit. Serangga tersebut disebut sebagai Serangga Tomcat. Meskipun bukan jenis serangga yang baru, si tomcat ini mampu menyedot perhatian banyak kalangan. Tentu saja hal ini karena efeknya yang cukup menakutkan di kulit manusia. Sebenarnya, apa sih serangga tomcat itu? 

Roove beetle
Serangga tomcat sebenarnya merupakan serangga yang digolongkan ke dalam kelompok rove beetle. Serangga ini termasuk serangga kecil karena hanya mempunyai ukuran sekitar 7 -8 milimeter saja. Tubuhnya beruas-ruas dengan warna belang hitam – oranye kemerahan. Hitam di bagian kepala, perut atas, dan perut bawah (ekor). Sedangkan oranye kemerahan di bagian dada dan perut tengah. Pada bagian perut terlipat dua sayap kecil yang digunakannya saat terbang. Kakinya sendiri berjumlah 3 pasang yang menempel di samping tiap ruas tubuhnya. Pada bagian kepala terdapat dua antenna (kanan dan kiri) dan juga mulut yang dilengkapi dengan bagian yang mirip capit.

Serangga tomcat atau rove beetle banyak jenisnya. Akan tetapi serangga tomcat yang sekarang sedang mewabah di Surabaya berasal dari jenis Paederus. Karena namanya ini, racun yang dikeluarkan serangga ini disebut sebagai pederin.

Kasus serangga tomcat sebenarnya sudah beberapa kali terjadi. Akan tetapi di Indonesia, baru sekarang serangga ini mewabah dengan korban yang cukup banyak. Penyebaran serangga tomcat secara luas terjadi di bagian timur Australia. Mereka hidup di dekat perairan (tempat lembab). Dengan banjir dan hujan besar, serangga ini bisa berpindah ke tempat yang lebih kering.

Saat siang hari, tomcat banyak merayap di tanah atau tumbuhan layaknya semut. Akan tetapi saat malam hari, dengan menggunakan sayapnya, mereka beterbangan ke sana ke mari menuju tempat yang terang. Makanan serangga tomcat di antaranya adalah tungau, larva kumbang, kutu daun, ulat, hingga beberapa jenis kutu seperti wereng.

Tak ada pestisida khusus yang bisa membasmi jenis serangga tomcat ini. Beberapa jenis pestisida umum ada yang bisa membasminya. Meskipun tidak sampai habis. Penggunaan pestisida alami konon lebih efektif dalam mengendalikan populasi serangga tomcat. Misalnya saja pestisida yang terbuat dari daun mimba, pestisida laos, dan pestisida dari serei.

Efek pada manusia
Serangga tomcat tidak menggigit atau menyengat, apalagi pada manusia. Dia masuk ke perumahan manusia hanya karena tertarik cahaya dari rumah-rumah. Racunnya memang menyebabkan rasa gatal yang luar biasa pada kulit manusia. Akan tetapi itu terjadi sebagai bentuk pertahanan diri karena merasa terancam. Racun ini sendiri bisa ke luar dari tubuhnya bila ditepuk, dibiarkan dalam waktu yang relatif lama, atau dengan cara lain yang menyebabkan racun pederin ke luar dari tubuh serangga tomcat. Efek yang terjadi bisa berupa gatal-gatal panas seperti terbakar, kulit teriritasi, melepuh, hingga benjolan-benjolan berair yang mirip herpes. Lamanya bisa mencapai 4 hingga 10 hari.

Pencegahan dan pengobatan dari efek racun tomcat
Cara menghindari racun serangga tomcat bisa dikatakan gampang-gampang susah. Cara ini bisa dilakukan dengan menghindarkan diri dari kontak langsung dengannya; meniup dan mencuci kulit sesegera mungkin jika bersentuhan dengannya; menghindari tempat-tempat terang yang mungkin banyak serangga tomcat; menggunakan pakaian tertutup; memasang penyaring udara di rumah; dan lain-lain.

Jika tubuh sudah terkena racun pederin yang berasal dari serangga tomcat, cuci bersih bagian kulit tersebut dengan sabun dan air bersih. Kemudian kompres kulit dengan air dingin. Pengolesan lendir lidah buaya juga bisa digunakan untuk meminimalkan rasa panas yang terjadi. Jangan lupa, hubungi dokter dan pastikan untuk menggunakan obat yang disarankan, misalnya losion kalamin, salep kortikosteroid, atau antibiotik.

Dimuat di Harian Pikiran Rakyat April 2012

Pederin, Racun Si Tomcat yang Dahsyat


Pederin adalah nama racun yang dihasilkan oleh serangga Paederus. Racun ini ada di seluruh bagian tubuh serangga Paederus. Jika diekstraksi, setiap tubuh serangga betina Paederus bisa dihasilkan racun pederin sekitar 0,025% dari berat totalnya. Adapun pada tubuh Paederus jantan, racun pederin yang dihasilkan lebih sedikit. Bahkan konon, racun pederin jantan hanya 1/10 dari total racun pederin yang dihasilkan seranggan Paederus betina. Rumus kimia untuk pederin adalah C25H45O9N. Sedangkan pederin sendiri pertama kali diisolasi pada tahun 1949.
Efek pederin di kulit manusia
Pederin adalah racun yang kuat. Kekuatannya konon 12 kali lebih dahsyat dari racun ular kobra. Bahkan racun ini bisa bertahan 8 tahun setelah serangga Paederus mati. Efeknya sendiri bisa menyebabkan gatal-gatal panas seperti terbakar, bengkak, iritasi, hingga benjolan-benjolan berair yang mirip herpes.
Serangga Paederus tidak mengeluarkan racun ini saat menggigit atau menyengat. Hal ini karena serangga jenis ini tidak menggigit atau pun menyengat. Dia hanya mengeluarkan racun ini jika dalam keadaan terancam. Jadi di sini, racun bertindak sebagai alat dalam bertahan hidup. Manusianya sendiri bisa terkena racun ini jika tubuh serangga Paederus dipecahkan.
Zat antikanker dan antitumor
Selain merupakan racun, pederin ternyata merupakan zat yang cukup penting. Dari hasil penelitian banyak ilmuwan terbukti bahwa pederin itu mempunyai peran sebagai antitumor dan antikanker yang potensial. Hal ini dilihat dari kemampuannya dalam menghambat sintesis DNA tanpa mempengaruhi sintesis RNA, mencegah pembelahan sel, dan juga memperpanjang umur tikus yang terkena tumor.
Pada tahun 2002, kelompok Piel Jörn di Max Planck di Jena, Jerman, menemukan bukti bahwa senyawa yang sangat beracun ini (pederin) sebenarnya berasal dari bakteri Pseudomonas sp. yang hidup bersimbiosis di dalam tubuh serangga Paederus. Dan semua serangga jenis ini melakukan simbiosis dengan bakteri tersebut. Akibatnya semua jenis serangga ini mampu menghasilkan senyawa pederin.
Karena pederin sudah terbukti sebagai zat yang aktif sebagai antitumor dan atikanker yang potensial serta karena bakteri Pseudomonas mampu menghasilkan pederin, saat ini para ahli melakukan produksi pederin secara sintetik dan massal tanpa melalui ekstraksi tubuh serangga Paederus. Teknik yang dipakai yaitu dengan melalui produksi pederin dari bakteri Pseudomonas secara langsung. Para ahli menganggap hal ini lebih mudah dan lebih cepat.
Meskipun pederin merupakan racun yang kuat, serangga Paederus ataupun bakteri Pseudomonas tidak pernah teracuni. Hal ini sama saja dengan ular beracun yang tak bisa teracuni oleh bisanya sendiri. Mekanisme seperti ini disebut sebagai sistem endogen untuk melindungi diri sendiri.
Psymberin vs pederin
Selain pederin, ternyata ada juga sebuah racun suatu organisme yang juga mempunyai peran sebagai zat antikanker dan antitumor. Malah, zat yang satu ini mirip sekali strukturnya dengan pederin. Hal yang membedakannya adalah zat ini diisolasi dari sejenis hewan spons (Psammoncinia sp.) di lepas pantai Papua Nugini dan bukan berasal dari serangga tomcat seperti pederin. Nama zatnya adalah psymberin. Psymberin pertama kali ditemukan oleh Philip Crew di tahun 2004. 

oleh Rudi Haryanto
dimuat Harian Pikiran Rakyat April 2012

Al Batani, Pahlawan Penentu Bulan Ramadhan

Dalam penentuan datangnya bulan baru, di dalam kalender Islam diperlukan suatu tanda yang disebut sebagai hilal. Hilal ini sendiri adalah penampakan bulan dengan mata telanjang yang paling awal terlihat menghadap bumi setelah bulan mengalami konjungsi.
Begitu juga dengan datangnya bulan Ramadhan. Semua umat Islam di dunia membutuhkan tanda sebagai permulaan dimulainya bulan untuk berpuasa. Hilal-lah yang merupakan tanda dimulainya segala aktivitas di bulan puasa.
Adalah seorang yang bernama lengkap Muhammad Ibnu Jabir al Harrani al Batani tokoh berkontribusi sangat besar akan ditentukannya hilal ini. Al Batani, begitu ia dikenal, merupakan seorang ilmuwan muslim yang banyak melakukan penelitian di bidang Astronomi. Tak hanya itu, Al Batani juga merupakan seorang ahli Matematika yang cukup populer. Bidang Matematika yang dipelajarinya adalah pengukuran. Orang-orang barat lebih mengenalnya dengan nama Albategni, Albategnius, atau Albatenius.
Al Batani lahir di Kota Harran. Sebuah kota di wilayah Urfa yang saat ini merupakan kawasan di di negara Turki. Al Batani lahir pada tahun 858 Masehi. Pendidikan pertama beliau, diperoleh dari ayahnya Jabir Ibnu San’an Al Batani. Ayahnya juga sangat terkenal sebagai ilmuwan di masa itu.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Harran, Al Batani kemudian pindah ke Raqqa. Hal ini karena Al Batani mendapatkan beasiswa dari Bank Euphrates. Di abad ke-9, dia lalu pindah ke Samarra dan bekerja di sana. Di kota inilah berbagai temuan-temuan Al Batani yang terkenal dan fenomenal dilahirkan.
Jasa Al Batani terhadap kalender Islam sangatlah besar. Di sini, Al-Batani mengusulkan teori baru dalam menentukan kondisi terlihatnya bulan baru yang kita sebut sebagai hilal. Tak hanya itu, Al Batani juga berhasil mengubah sistem perhitungan sebelumnya yang membagi satu hari ke dalam 60 bagian (jam) menjadi 12 bagian (12 jam), dan setelah ditambah 12 jam waktu malam sehingga berjumlah 24 jam.
Sudut kemiringan bumi terhadap matahari saat berotasi juga ditemukan oleh Al Batani, yaitu sebesar 23o35’. Bahkan lamanya bumi berevolusi terhadap Matahari secara akurat mampu dihitung Al Batani sebanyak 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik.
Sejumlah karya Al Batani tentang astronomi terlahir dari buah pikirnya. Salah satu karyanya yang paling populer adalah al-Zij al-Sabi. Kitab ini banyak dijadikan rujukan para ahli astronomi Barat selama beberapa abad. Di dalam buku ini ditulis berbagai penemuannya, seperti penentuan perkiraan awal bulan baru; perkiraan panjang matahari; koreksian hasil kerja Ptolemeus mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu.
Di buku al-Zij al-Sabi juga Al-Battani mengembangkan metode untuk menghitung gerakan dan orbit planet-planet. Tak heran, buku ini memiliki peran utama dalam merenovasi astronomi modern yang berkembang di Eropa. Tokoh-tokoh astronomi Eropa seperti Copernicus, Regiomantanus, Kepler, dan Peubach konon bisa berhasil dalam ilmu Astronomi berkat jasa Al Batani. Bahkan Copernicus dalam bukunya ‘De Revoltionibus Orbium Clestium’ mengaku berutang budi pada Al-Battani.
Sejumlah istilah-istilah dalam ilmu Astronomi banyak yang muncul pertama kali dari mulut Al Batani. Misalnya saja seperti azimuth, zenith, dan nadir.
Buku fenomenal lainnya karya Al-Batani banyak diterjemahkan negara-negara barat. Misalnya saja buku “De Scienta Stelarum De Numeris Stellarum”. Buku itu hingga sekarang masih disimpan di Vatikan, Roma, Italia. Buku ini kini diterjemahkan dalam berbagai Negara yang tersebar secara luas tak hanya di daratan Eropa saja, tetapi mencapai benua Amerika, Asia, Afrika, dan Australia.
Dalam bidang Matematika, Al Batani banyak berperan dalam hal trigonometri. Istilah, pengertian, dan sejumlah rumus sinus dan cotangent berhasil diuraikannya dengan sempurna, lengkap dengan tabel-tabelnya dalam bentuk derajat-derajat sudut.
Atas jasa-jasanya di bidang Astronomi, nama Al Batani dijadikan nama salah satu kawah yang ada di bulan. Nama kawah tersebut adalah kawah Albategnius. Al Batani meninggal dunia pada tahun 929 Masehi di Kota Qasr al Jiss, sebuah kota di wilayah Samarra. Konon, ia meninggal saat pulang dari Kota Baghdad.

oleh Rudi Haryanto
dimuat Harian Pikiran Rakyat September 2010

Ada Apa dengan Hidung


Hidung termasuk salah satu dari panca indra. Hidung juga merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Sudah seharusnya hidung mendapat perhatian lebih dari biasa.
Hidung mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai indra pencium (bau), organ inhalasi udara pada sistem pernafasan, penyaring kotoran dari udara melalui selaput lendirnya, pemberi refleks pada paru-paru, serta membantu proses saat berbicara.
Walaupun hidung terletak di pusat sepertiga tengah wajah, struktur hidung sering diabaikan dalam pembicaraan penyakit manusia. Padahal perubahan fisiologis pada hidung banyak menimbulkan rangkaian gangguan, mulai dari ketidaknyaman dan berbagai penyakit yang berlangsung sementara hingga permanen, seperti infeksi saluran pernapasan atas hingga gangguan yang mengancam nyawa, misalnya atresia koana pada bayi yang baru lahir.
Gejala penyakit hidung dapat terjadi secara lokal di daerah rongga hidung ataupun di tempat lain yang merupakan manifestasi lebih lanjut dari gangguan hidung. Gejala penyakit lokal diantaranya seperti hidung tersumbat, perdarahan, nyeri, atau gejala perubahan indra penciuman lainnya. Penyakit hidung dapat menyebabkan edema mukosa yang menjadi pemicu sakit kepala atau sebagai faktor yang turut berperan pada penyakit telinga kronik. Berikut adalah beberapa macam gangguan yang sering terjadi pada hidung.
1.      Kemasukan Benda Asing
Gangguan ini bisa berupa serpihan kertas, busa, debu, atau yang lainnya yang terhirup ke dalam rongga hidung. Gangguan ini biasanya dapat mengakibatkan pilek pada satu sisi hidung bahkan ada yang sampai mengeluarkan darah. Jika sampai infeksi, hidung akan mengeluarkan ingus yang berwarna kuning kehijauan dan berbau tidak sedap.
2.      Mimisan (Epistaksis)
Di bagian dalam hidung, terutama daerah tulang hidung depan terdapat leksus gieselbach, yaitu anyaman pembuluh darah yang dilapisi selaput lendir. Pada anak, anyaman pembuluh darah ini tipis sekali. Bila anak sering mengupil, sakit pilek terus-menerus, atau hidungnya kemasukan benda asing, daerah tersebut akan teriritasi atau terluka sehingga menjadi mimisan.
Mimisan juga bisa disebabkan oleh adanya suatu penyakit atau kelainan, seperti kanker, kelainan darah, atau yang lainnya. Umumnya, kemungkinan ini diduga terjadi bila mimisan sering terjadi pada anak yang sudah besar (usia belasan tahun). Bila terjadi mimisan, posisi anak jangan ditidurkan atau ditengadahkan kepalanya karena bisa mengakibatkan darah masuk ke saluran napas. Duduk agak mencondongkan badan ke depan, tak usah menunduk, kemudian tekan cuping hidungnya dengan kedua jari tangan, lalu minta anak untuk bernapas lewat mulut. Sambil menekan cuping hidung, kompres daerah antara hidung dan dahi dengan es yang dibungkus kain agar darah cepat membeku. Setelah 10 menit biasanya mimisan akan berhenti. Jika tidak, segera bawa anak ke dokter.
3.      Sinusitis
Sinusitis adalah penyakit akibat dari infeksi saluran napas, seperti flu yang berkepanjangan. Gejala infeksi yang disebabkan bakteri ini berupa sumbatan di hidung, keluarnya banyak ingus, dan batuk yang berulang-ulang. Bila sudah akut, sinusitis bisa disertai demam, mulut berbau, pusing, dan terkadang muncul gangguan pada mata (terasa berat dan perih). Gangguan pada mata ini berkaitan dengan anatomi di sekitar hidung yang memiliki 4 pasang sinus paranasal (terletak dekat hidung), yaitu sinus maksila yang berada di pipi, sinus frontal di dahi, sinus etmoid di dekat mata, dan sinus sfenoid.
Sinus yang ada pada anak adalah sinus etmoid yang terletak di dekat mata dan maksila yang berada di sekitar pipi. Sementara sinus di daerah lainnya, seperti di dahi dan sinus sfenoid di belakang etmoid belum berkembang.
Sinusitis dapat menjadi kronis jika batuk pilek berulang. Misalnya anak mengalami batuk pilek selama 3 bulan. Setelah itu sembuh namun tak lama kemudian batuk-pilek kembali. Upaya penyembuhan dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan selama 10-14 hari, serta fisioterapi. Pengobatan sinusitis terkesan lama karena tujuannya agar tidak ada gejala sisa. Jika tidak diobati, sinusitis bisa terus diderita hingga usia dewasa.
Komplikasi sinusitis yang banyak dikhawatirkan adalah sino-bronkhitis karena lendir yang mengalir terus-menerus dan masuk ke dalam paru-paru. Terkadang, komplikasi seperti ini tidak disadari orang tua sehingga pengobatan yang diberikan kepada anak hanya sebatas mengatasi batuk, bukan sinusitisnya. Akibatnya, batuk-batuk tersebut tidak akan sembuh dan batuk kronik pun terjadi berulang-ulang.
Hal yang harus dihindari penderita sinusitis adalah minuman dingin, berenang, asap rokok, debu, serta polusi yang dapat membuat rongga sinus bengkak. Pengobatan antibiotika dan obat lain seperti dekongestan, antihistamin, mukolitik/penghancur lendir, bahkan obat semprot atau tetes hidung dapat menjadi solusinya (pengawasan dokter).
4.      Polip Hidung
Polip merupakan benjolan lunak berwarna putih atau keabu-abuan yang tidak disertai nyeri. Polip berasal dari pembengkakan selaput lendir (mukosa) yang berisi cairan interseluler (antarsel) yang terdorong ke dalam hidung. Polip biasanya terbentuk akibat reaksi hipersensitif (alergi). Penyakit ini sering terjadi pada masa dewasa.
Pengobatan untuk polip yang masih kecil biasanya cukup dengan obat-obatan kortikosteroid yang diminum atau topikal (semprot). Sedangkan bila ukuran polip besar, pengobatan dilakukan dengan cara pengangkatan polip (operasi). Penyakit polip bisa timbul berulang-lang, maka jangan heran jika operasi polip dilakukan berulang kali.
5.      Rinitis Atrofi (Ozaena)
Rinitis atrofi (ozaena) adalah suatu penyakit infeksi hidung kronik yang ditandai dengan adanya atrofi progresif tulang dan mukosa konka. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk krusta berbau busuk. Rinitis atrofi sering diderita masyarakat ekonomi lemah dengan lingkungan yang buruk, terutama wanita pada usia pubertas.
Hal yang dianggap menjadi penyebab infeksi rinitis atrofi adalah bakteri Klebsiella ozanae, stafilokok, streptokok, dan Pseudomonas aeruginosa, serta defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal, dan penyakit kolagen. Bahkan, rinitis atrofi juga berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.
Keluhan yang sering ditemukan pada pasien rinitis atrofi biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.
Pemeriksaan penyakit ini dapat dilakukan melalui transiluminasi, foto sinus paranasal, pemeriksaan mikroorganisme dan uji resistensi kuman, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Fe serum, dan serologi darah. Dari pemeriksaan histopatologi akan terlihat mukosa hidung menjadi tipis, silia hilang, metaplasia torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng berlapis, kelenjar berdegenerasi atau atrofi dengan jumlah berkurang dan bentuknya yang mengecil. Sedangkan pada pemeriksaan THT ditemukan rongga hidung membesar, konka inferior dan media hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna hijau.
Pengobatan penyakit ini belum ada bentuk yang bakunya. Penataksanaan biasanya ditujukan untuk menghilangkan gejala dan penyebabnya. Pengobatan secara konservatif dapat diberikan dilakukan melalui antibiotik, obat cuci hidung, vitamin A, dan preparat Fe.
6.      Rinoskleroma
Rinoskleroma adalah penyakit penyakit menahun granulomatosa yang bersifat progresif, mengenai traktus respiratorius bagian atas terutama hidung. Penyakit ini ditandai dengan penyempitan rongga hidung sampai penyumbatan oleh suatu jaringan granulomatosa yang keras serta dapat meluas ke nasofaring, orofaring, subglotis, trakea, dan bronkus. Rinoskleroma merupakan penyakit yang jarang di Amerika Serikat dan Inggris, tapi endemik di beberapa negara di Asia, Amerika, Eropa, dan Afrika. Di Indonesia sendiri, rinoskleroma telah dilaporkan ada sejak sebelum perang dunia kedua. Kasus pertama ditemukan oleh Snigders dan Stoll (1918) di Sumatera Utara.
Rinoskleroma dapat terjadi pada semua usia. Penyakit ini sering dijumpai pada sosial ekonomi yang rendah, lingkungan hidup yang tidak sehat, dan gizi yang jelek.
Penyakit ini pertama kali digambarkan oleh Von Hebra (1870). Sedangkan Mikulitz berhasil menemukan sel-sel yang dianggap khas untuk penyakit ini sehingga sel-sel ini dinamai seperti namanya. Adapun Von Frisch menemukan basil jenis Klebsiella yang dianggap sebagai penyebab penyakit ini, yaitu bakteri gram negatif Klebsiella rhinoscleromatis.
Rinoskleroma terbagi menjadi tiga stadium, yaitu stadium I, II, dan III. Pada stadium I gejala-gelaja yang dirasakan penderita tidak khas, seperti rinitis biasa. Dimulai dengan keluarnya cairan hidung encer, sakit kepala, sumbatan hidung yang berkepanjangan, kemudian diikuti dengan pengeluaran cairan mukopurulen berbau busuk yang dapat mengakibatkan gangguan penciuman. Stadium II ditandai dengan hilangnya gejala rinitis. Pada stadium ini terjadi pertumbuhan yang disebut nodular submucous infiltration di mukosa hidung yang tampak sebagai tuberkel di permukaan hidung. Lama-lama tuberkel ini bergabung menjadi satu massa noduler yang sangat besar, mudah berdarah, kemerahan, tertutup mukosa dengan konsistensi padat seperti tulang rawan. Kemudian terjadi invasi, bisa ke arah posterior (nasofaring) maupun ke depan (nares anterior). Sedangkan pada stadium III, massa secara perlahan-lahan membentuk avaskuler dan terjadi fibronisasi yang diikuti oleh adhesi struktur jaringan lunak, kontraksi jaringan yang akhirnya membentuk jaringan parut dan penyempitan jalan nafas. Pada stadium ini sel-sel Mikulicz sulit ditemukan. Proses yang sama dapat terjadi pada mulut, faring, laring, trakea dan bronkus.
Pengobatan yang dilakukan dalam mengatasi penyakit ini belum dilaporkan secara jelas dan detil. Antibiotik yang masih menjadi pilihan utama diantaranya seperti streptomisin, tetrasiklin, rifampisin, khloramphenikol, Siprofloksasin, dan Klofazimin. Selain itu, terapi steroid, radiasi, hingga pembedahan juga bisa menjadi solusi. 

oleh Rudi Haryanto